Budaya, Tradisi dan Adat Istiadat Suku Serawai

Selamat Datang di Blognya Suku Serawai, ini merupakan wadah bagi kita semua untuk saling bertukar pengetahuan tantang Budaya, Tradisi, dan adat istiadat warisan nenek moyang . .

Minggu, 27 Juni 2010

Suku Serawai

Suku Serawai adalah suku bangsa dengan populasi kedua terbesar yang hidup di daerah Bengkulu. Sebagian besar masyarakat suku Serawai berdiam di kabupaten Bengkulu Selatan, yakni di kecamatan Sukaraja, Seluma, Talo, Pino, Kelutum, Manna, dan Seginim. Suku Serawai mempunyai mobilitas yang cukup tinggi, saat ini banyak dari mereka yang merantau ke daerah-daerah lain untuk mencari penghidupan baru, seperti ke kabupaten Kepahiang, kabupaten Rejang Lebong, kabupaten Bengkulu Utara, dan sebagainya.
Secara tradisional, suku Serawai hidup dari kegiatan di sektor pertanian, khususnya perkebunan. Banyak di antara mereka mengusahakan tanaman perkebunan atau jenis tanaman keras, misalnya cengkeh, kopi, kelapa, dan karet. Meskipun demikian, mereka juga mengusahakan tanaman pangan, palawija, hortikultura, dan peternakan untuk kebutuhan hidup. (http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Serawai).

Sedangkan Serawai Menurut Arsyid Mesatip ( Mantan Ketua BMA Bengkulu Selatan ), suku serawai adalah masyarakat pemakai Bahasa yang hampir setiap katanya menggunakan kata "Au".berdasarkan sumber dari buku yang ditulis oleh Kiagus Husen dalam bukunya "Simbur Cahaya Bangkahulu",tahun 1938. dalam buku tersebut mengatakan bahwa adat lembaga serawai ini terpakai di distrik Pino, Ulu Manna, Manna, dan Bengkenang yaitu dalam : Marga Anak Gumai, Marga Tanjung Raya, Marga VII Pucukan, Marga Anak Lubuk Sirih, Marga Anak Dusun Tinggi, Sumbai Besar Manna, Sumbai Kecil Manna dan Luar Khalifah Manna. Dalam buku Simbur Cahaya Bangkahulu juga disebutkan oleh kepala-kepala marga dalam Onder afdeeling Manna pada tanggal 7 juli 1913 telah ditetapkan adat lembaga dalam Onder afdeeling Manna yang di sah kan oleh Resident Bengkoelen dd.18 November 1911 No. 456 dan tanggal 12 Desember 1913 No. 577 yang meliputi 4 daerah ( 4 macam adat lembaga ) :

1. UU Adat Lembaga Pasar Manna :
DIpakai di pasar pino, pasar manna dan pasar padang guci.
2. UU Adat Lembaga Serawai :
Dipakai di distrik Pino, Ulu Manna, Manna, dan Bengkenang yaitu dalam : Marga Anak Gumai, Marga Tanjung Raya, Marga VII Pucukan, Marga Anak Lubuk Sirih, Marga Anak Dusun Tinggi, Sumbai Besar Manna, Sumbai Kecil Manna dan Luar Khalifah Manna.
3. UU Adat Lembaga Pasemah Ulu Manna :
Dipakai di Marga Ulu Lurah Ulu, Ulu Lurah Ilir, Sumbai Besar Rabu Semat, Sumbai Besar Semat Puro.
4. UU Adat Lembaga Pasemah cara kedurang dan padang guci :
dipakai di marga tanjung buntar, Ulu LUrah Kedurang, semidang mulak kedurang, sumbai besar kedurang, sumbai besar padang guci, semidang mulak padang guci, luar khalifah padang guci dan anak kelampaian.

Aksara Serawai














Suku bangsa Serawai juga telah memiliki tulisan sendiri. Tulisan itu, seperti halnya aksara kaganga, disebut oleh para ahli dengan nama huruf Rencong. Suku Serawai sendiri menamakan tulisan itu sebagai Surat Ulu. Susunan bunyi huruf pada Surat Ulu sangat mirip dengan aksara Kaganga. Oleh sebab itu, tidak aneh apabila pada masa lalu para pemimpin-pemimpin suku Rejang dan Serawai dapat saling berkomunikasi dengan menggunakan bentuk-bentuk tulisan ini.



Rabu, 23 Juni 2010

Rasan Bujang Gadis

berasan itu sendiri artinya adalah bermusyawarah. Rasan menurut jenjang perkawinan senantiasa dipakai dua macam, yaitu :
1. Rasan Semendau Nidau Belapik Emas
2. Rasan Semendau BElapik Emas

Semendau berasal dari kata samau endak au, artinya di natara keduanya sama-sama mau serta mendapat persetujuan dari orang tua kedua belah pihak.
Rasan Semendau Nidau Belapik Emas, maksudnya adalah si Bujang ikut pihak Gadis. cara seperti ini disebut juga dengan Tambiak anak. ada 3 macam rasan seperti ini :
a. Tambiak Naka Biasa (Terbanyak) dipakai bila dua sejoli telah di nikahkan. mereka berdualah yang menentukan tempat tingaalnya sesuai dengan keinginannya.
b. Tambiak Anak Nenantian, artinya walaupun sudah dinikahkan si bujang masih tetap mengikuti di pihak gadis selama yang dinantikan belum kawin (biasa terjadi kakak si perempuan itu belum kawin)
c. Tambiak Anak Lengit (Hilang), dimana si bujang itu selam-lamanya tetap tinggal di pihak istrinya dan dia tidak lagi mendapatkan hak warisan dari orang tuanya, karena sebelum dinikahkan si bujang tersebut sudah mendapatkan apa yang dikehendakinya yang hampir bersamaan dengan pembagian warisan.

sementara Rasan Semendau Belapik Emas, maksudnya adalah sah dirumah, artinya si gadis mengikut pihak suami dengan mendapat alasan uang yang disebut rial. Rasan seperti ini juga dapat dipakai dengan dua cara, yaitu :
a. Sah di Rumah ( si perempuan mengikut laki-laki) niasa.
b. Sah Lengit (Hilang), si perempuan tetap tinggal di pihak laki-laki dan tidak pula akan mendapatkan warisan dari orang tuanya karena barang-barang bawaannya sudah dianggap Rata Penuhsebagai pembagian dari warisan.

kedua Rasan itu dalam pelaksanaannya menggunakan 2 macam cara :
1. Rial Tetepiak (Terletak) Rasan Jadi, artinya setelah ada janji antara si bujang dan si gadis, masing-masing orang tuanya memeriksa yang bersangkutan dan setelah mendapat kata sepakat langsung ditetapkan waktu pelaksanaan pernikahan.
2. Rasan Pepayunan (Memakai tenggang waktu), maksudnya, setelah ada janji antara si bujang dan si gadis, kemudian setelah diperiksa oleh masing-masing orang tuanya mendapatkan ata sepakat bahwa si bujang dan si gadis harus bertunangan terlebih dahulu.

Pemakaian Seni Dendang / Bedindang

Kesenian dendang ini dalam pemakaiannya ada 2 macam, yaitu :
1. Bedendang nunggu buak masak.
kegiatan dendang ini masih dimulai dari dendang beledang juga yang berakhir sampai dendang rampai. tetapi tanda berhentinya dilihat dari tarinya. dendang seperti ini, tarinya hanya sebatas tari redok saja. sesudah makan juadah, habislah dendang ini.

2. Bedendang Mutus Tari.
kegiatan masih dimulai dari dendang beledang hingga dendang rampai. sebagai bukti mutus tari, harus ditutup dengan tari rendai yang diawali tari kain panjang, terus keredok, diselesaikan dengan tari orang empat ( mengempatkan). bila upacara tersebut sudah selesai, maka dibuktikanlah dengan Jambar. orang dulu menyebut Jambar ini sebagai denda membuka tari kain panjang, lalu kerendai, karena tari ini adalah tari besar.
sampai sekarang orang masih banyak sekali yang berdendang mutus tari itu dengan kata berdendang dari awal sampai akhir. karena tiap awalan pasti ada akhiran, jadi dendang ini sebaiknya disebut saja dengan berdendang mutus tari yang dapat dibuktikan dengan menjambar.

Ketentuan Jambar
Jambar yang dibuat dan menjadi kewajiban itu ada 3 macam.
1. jambar nasi kunyit sebanyak tiga buah sebagai denda atas pemakaian tari kain panjang dan tari rendai tadi
2. jambar nasi lemak, jambar ini tidak ditentukan berapa banyaknya, hanya mengikuti kemampua orang yang mengangkat pekerjaan bimbang itu sendiri.
3. jambar denda kepada orang yang melakukan kesalahan di dalam arena itu, yaitu harus nasi kunyit yang dibuat oleh sepokok rumah yang banyaknya sesuai dengan jumlah orang yang berbuat kesalahan.

Orang yang berhak Menerima Jambar Wajib :
yang berhak menerima jambar wajib, yaitu berupa nasi kunyit yang berjumlah 3 buah itu ialah :
1. 1 untuk yang bernama Gerak Alam
2. 1 untuk yang bernama Menggetar Alam
3. 1 untuk yang bernama Melinggang Alam
ketiga orang ini disebut Rajau Tigau Silau, karena orang inilah yang memegangkan tari-tari di denda itu.
pada masa sekarang sebagai pengganti ketiga nama tersebut adalah :
1. 1 untuk pemegang adat
2. 1 untuk tuau kerjau
3. 1 untuk jenang empat

adapun alat atau instrument yang dipakai dalam dendang ini adalah :
1. Rebana secukupnya
2. Gendang Panjang 2 buah
3. Biola
4. Kain Panjang 2 lembar
5. 4 Lembar sapu tangan
6. dua buah piring
7. dua lembar selendang dan sebuah payung
8. Serunai

Nara Sumber :

Mesatip Arsyid, Menyingkap Tabir Keberadaan Adat SUku Serawai. Manna

Husin Kiagus, "Simbur Cahaya Bangkahulu". 1938.